Dilema Regulator di Era Disruption. Bangalore merupakan pusat IT dunia saat ini, dan disana para pekerja terbaik yang berasal dari berbagai belahan dunia, mulai dari Korea, Kanada, hingga Iran dsb.

Saat ini semua berubah menjadi serba digital, mulai dari pekerjaan yang bisa diwakilkan dengan aplikasi serta uang yang juga sekarang ada uang digital. Dan yang paling sering ketinggalan adalah regulasi. Dikarenakan proses pembuatannya yang berliku-liku, peresmiannya yang sangat lama, tapi dipaksa untuk dipakai hari ini padahal sudah sangat ketinggalan.
Seringkali yang kita hadapi adalah regulasi selalu ketinggalan zaman. Dan para Disrupter, Start up, biasanya terpaksa harus menjungkir balikkan regulasi-regulasi ini. Seringkali Startup dianggap ilegal, tidak mengikuti aturan yang berlaku, karena aturan memang selalu ketinggalan, dan aturan-aturan lama tanpa disadari telah membebani masyarakat karena menjadi sangat costly, mengakibatkan sebuah usaha hidup dalam lingkungan yang highly regulated.
Dunia pertambangan dan energi saat ini juga mulai mengalami disrupsi. Orang-orang mulai beralih ke gas sebagai sumber energi, batu bara juga beralih ke gas. Gas yang didapatnya, menciptakan faktur, yang disiram ke perut bumi pada batu-batu karena banyak gas dan minyak yang terperangkap dalam batu selama ini tidak pernah diambil.
Kemudian dimasukkan kedalam truk. Maka batu-batu tersebut retak dan kemudian mereka mengambil gas di dalam batu itu, dan saat ini batu itulah yang dibeli perusahaan-perusahaan besar. Ini mengakibatkan Disruption dalam industri migas dunia.
Begitu juga pada aftur, juga mengalami disrupsi. Seperti yang diketahui bahwa biaya aftur itu antara 30-40 persen dari total biaya airlines. Tetapi saat ini harga aftur lebih murah, dikarenakan adanya Startup yang sekitar 20-30 tahun lalu menemukan Shale Gas.
Yang terjadi dengan bisnis Highly Regulated ini tentu sangat memprihatinkan kaum muda, karena mereka ingin melayani pasar lebih besar dan masuk ke dalam low end market, yaitu Customer Segment yang dibawah.
Saat ini hampir semua Startup menggunakan metode yang disebut dengan Analytics, sebuah statistik yang bersifat real time yang kemudian bisa membaca logika dan pikiran masyarakat. Analytic ini adalah sebuah statistik yang tidak dipelajari oleh orang-orang tua bahkan juga pengusaha lama.
Kalau dulu kita menggunakan time series dalam statistic, waktu ke waktu kita kumpulkan dengan metode sampling. Tapi sekarang menggunakan big data, data besar. Data besar juga merupakan populasi yang real time, apa yang mereka inginkan hari ini, apa saja yang mereka butuhkan, tidak perlu planning menunggu lama-lama lagi.
Tiap hari mereka baca data. Contohnya bila konsumen sedang down, mereka turunkan harga/kasi diskon. Sehingga kemudian kapasitasnya bekerja penuh dan kemudian akhirnya demand-nya dapat terlayani.
Mereka juga menggunakan metode Heat Map Program. Yang dengan ini mereka bisa memetakan kemudian lihat berdasarkan waktu, apa kesibukan konsumen dan dimana market yang kosong.
Lalu juga menggunakan software NLP (Natural Linguistic Program), mempelajari kata demi kata yang bisa dibaca oleh google, kemudian ada software yang bisa menghitungnya dan bisa dipelajari kata-kata apa yang diucapkan oleh masyarakat di sekitar serta didaerah mana.
Dan dengan Sosial Media juga kita bisa membaca logika berpikir masyarakat dengan cepat. Dan juga dengan Google Map bisa diketahui seberapa jauh orang pergi, apa yang mereka pikirkan, macetnya dimana, itu data-nya semua ada.
Beberapa keuntungan dari era disrupsi ini adalah:
Orang-orang yang tidak masuk ke pasar sekarang sudah bisa naik ke pasar. Bisa dilihat dari sebuah meskapai yang mempopulerkan “Now everybody can fly”
Kemudian ini adalah soal bagaimana mereka bisa dilayani lebih baik, karena kompetisi dan akhirnya mereka mencintai ditempat baru ini.
Teknologi memungkinkan mereka bekerja dengan kesejahteraan yang lebih baik. Dan ini mengakibatkan dilema bagi regulator, dimana-mana regulator selalu mengalami dilemma-dilema demikian. Tak hanya di Jakarta, tetapi juga di Brazil, London, Paris, termasuk juga di negara-negara Asia seperti Seoul, Malaysia, bahkan juga sampai di Afrika mengalami hal yang sama.
Ketika Startup masuk, kemudian regulasi pun harus berpikir, regulator harus melayani yang lama atau ingin memperbaharui sesuatu di depan untuk anak-anak kita
Sumber: Kursus The Art of StartUp di Indonesia X oleh Prof. Rhenald Kasali
Teman-teman bisa ikut kursusnya secara GRATIS Disini